Friday, September 28, 2007

Ketika Pulang dari Kantor

Ketika Pulang dari Kantor

Bus 44 penuh bukan main. Setiap hari kurasakan tiada pernah berubah. Itu selalu terjadi ketika menjelang kepulangan para pegawai. Bus kosong yang tadinya kunaiki di terminal Senen mendadak penuh dengan manusia di sepanjang jalan Tamrin-Sudirman. Kantukku yang belom hilang terpaksa kutahan. Kupersilakan seorang ibu untuk duduk di kursiku. Yah...kupikir biarlah diri ini yang masih muda untuk berdiri...toh hanya pegal dan sedikit ngantuk. Tidak akan sebanding dengan perjuangan ibu itu yang telah berjuang di dunia ini sekian lama... Karena melihat dari fisiknya, ibu itu mungkin sudah berkepala lima.
"Silakan, Bu..", kataku dengan senyum setulus mungkin.
"Wah...terima kasih, Mas" Beliau menjawab sembari tersenyum dan akhirnya duduk dengan sedikit perjuangan karena bus penuh penumpang.

Dan seperti biasanya, pastilah akan terjadi pembicaraan sopan yang ringan setelahnya.
"Turun di mana, Mas??", tanya ibu itu.
"Saya biasanya turun di Perdatam, Bu. Tapi kalau macet saya biasanya turun sebelum Cipulir terus jalan kaki," Jawabku sejujurnya.
"Rumahnya di Perdatam ya?" Beliau bertanya lagi
"Bukan, Bu. Masih harus nyambung lagi naik 05 ke Pondok Aren", imbuhku.
"Jauh sekali. Kerja di mana sih?"
"Oh...saya kerja di daerah senen, Bu," jawabku sambil berdoa semoga tidak bertanya di mana kantorku. Karena pastilah akan terjadi pembicaraan membosankan jika sudah menyinggung kantor. Departemen Keuangan sedang disorot karena kasus Rekening Liar, dan tentunya berujung pada pembicaraan paling membosankan, korupsi.

Bus berhenti lagi untuk menaikkan penumpang. Aku pun berujar dalam hati "Illahi...mau [i]ngangkut [/i]penumpang sebanyak apa bus ini??" Dan akupun terpaksa bergeser lebih ke dalam supaya penumpang baru itu agak sedikit nyaman dan itu artinya pastilah tambah susah ketika hendak turun nanti. Dan pembicaraan pun terhenti sampai di situ. Kantuk pun menyerag lagi.

Tepat seperti dugaan. Cipulir macet bukan main. Akupun harus berjalan kaki lagi untuk mengejar waktu maghrib yang kian menipis. Setengah berlari aku menuju masjid untuk menunaikan kewajibanku.
"Illahi...ijinkan aku menghadap-Mu..."

Selepas dari masjid, aku langsung menghadang angkot 06 berwarna merah menuju Ceger. Ah...kantuk ini menyerang lagi. Kurasakan HP-ku bergetar sekali. "SMS," pikirku. Kuambil dan kulihat HP-ku.

Aku terkejut demi melihat pulsaku bertambah Rp. 25.000,00. Aku tidak merasa membeli pulsa. Maka kubalas ke nomor pemberi pulsa itu,
"Maaf, mungkin Anda salah mengirim pulsa ke nomor saya. Saya tidak merasa membeli pulsa. Tolong berikan nomor yang hendak dikirim supaya saya bisa kembalikan sejumlah yang saya terima."

Dan nomor pemberi pulsa itupun akhirnya menelpon saya, menyatakan bahwa dia tidak salah kirim. Terjadilah diskusi singkat berbau perdebatan. Kata sang penjual pulsa, ada gadis berjilbab langsing yang mengirimkan pulsa ke nomor saya. Saya tidak berhasil mendapatkan namanya karena sang penjual pun tidak mengetahuinya. Maka saya pun menanyakan lokasi sang penjual pulsa. Sarmili, nama daerah itulah yang kudapat. Dan aku pun berjanji akan datang sebelum jam 21.00 ke counter itu.

Pembicaraan kuakhiri dan kumasukkan HP ke saku jaket. Angkot berhenti sebelum mencapai rel Ulu Jami. Sopir pun berkata, "Mas, turun sini aja ya. Mas bayar separuh aja. Saya mau muter balik."
Saya pun turun dan membayar ongkos sesuai kesepakatan. Ketika menanti angkot selanjutnya, iseng saya meraih saku jaket untuk melihat jam di HP saya. Ternyata tidak ada. Kuraba saku yang lain, juga tidak ada. Kulihat isi tasku, tidak juga ada di dalamnya.

"Waduh...pasti jatuh di angkot tadi," pikirku. Kebetulan waktu itu salah satu teman sopir angkot juga turun untuk makan di warteg pangkalan. Aku pun mendatanginya dan menjelaskan sejujurnya. Teman sopir angkot itupun berusaha menolong dengan memberikan nama sopir dan plat nomor angkot tersebut. Aku pun bergegas menghadang angkot yang lewat dan berharap semoga dapat mengejarnya.

Perasaanku bercampur aduk. Antara cemas, ikhlas, mengutuk diri sendiri karena ceroboh, dan sedikit panik. Karena HP itu adalah salah satu harta dari hasil keringatku selama mengajar privat dulu. Suatu harta kenangan. Aku hanya bisa berdoa, semoga dipermudah oleh Allah. Dan kalaupun harus hilang, semoga membawa manfaat bagi yang menemukan.

Sopir angkot yang kutumpangi menganjurkan aku untuk naik ojek supaya tidak terhambat kemacetan. Aku pun turun dan mendatangi pangkalan ojek terdekat. Tak lupa kusodorkan ongkos Rp1000,00 pada sopir itu.

Ojek kunaiki dan kuminta abang ojeknya untuk mengejar angkot sesuai plat nomer yang telah kuterima. Pengejaran terjadi sepanjang tol di Ulu Jami dan akhirnya berakhir di Mayestik. Itupun setelah bertanya ke pangkalan di Mayestik.

Alhamdulillah angkot tersebut baru hendak berangkat meskipun sudah berada di depan pasar. Selayaknya pengejaran oleh polisi, ojek yang kunaiki berhenti di depan angkot tersebut untuk menghalangi jalannya. Dan aku pun mendatangi sang sopir untuk menjelaskan keberadaan HPku.

Terlihat sang sopir juga kebingungan kaerna tidak tahu kalau ada barang tertinggal di kursi belakang. Dia menyarankan aku untuk mengecek ke belakang. Dan masya Allah...angkot sudah penuh penumpang. Bagaimana ini??

Aku pun merelakan kepergian HP-ku karena tidak mungkin aku menuduh bahwa salah satu penumpang itu adalah penemu HP-ku. Ketika aku hendak masuk ke dalam angkot, ternyata ada seorang pemuda nyeletuk, "Ini HP punya mas?" Ujarnya sambil mengeluarkan HP dari kantongnya.

Alhamdulillah...Illahi Rabb...ternyata Hp itu masih berjodoh denganku...
Aku hanya bisa berterima kasih pada pemuda itu. Dan akupun akhirnya terlelap di angkot yang sama dengan perasaan lega.

Begitu terjaga angkot sudah berada di depan gerbang PJMI yang jalannya tidak terawat. Hentakan demi hentakan yang sudah kuhapal kurasakan seolah itu adalah irama angkot. Daripada mengeluh, telah kubiasakan dengan mendendangkan musik dalam hati dan menggerakkan badan seirama dengan hentakan angkot. Anda sebaiknya mencoba juga.

Ups...tugas belum selesai. Aku masih harus mengembalikan pulsa yang t elah kuterima karena sudah berjanji dengn pihak penjualnya. Meskipun badan masih capek, kulangkahkan kaki menuju Sarmili.

Ah...ternyata memang ada penjual pulsa di jl. H. Sarmili. (Sekarang sudah beralih fungsi menjadi kios mie rebus) Aku memang kurang mengenal Sarmili karena jarang kaki ini membawa ke sana. Kutemui sang penjual dan kukatakan kepentinganku.

Seorang wanita bangkit untuk menemuiku dan menjelaskan segalanya. Kukatakan bahwa aku tidak mengenal gadis itu. Karena memang ciri-ciri yang diberikan tidak menyerupai salah satu teman yang kukenal. Akhirnya kubayarkan kembali uang pulsa tersebut sebesar gadis itu membayarnya. Dan kulampirkan sepucuk surat supaya disampaikan ke gadis tersebut. Karena gadis itu pasti akan lewat depan counter itu setiap harinya.

(isi surat dengan sedikit gubahan, rada lupa sih :grin: )

Yth. ??

Maaf, saya menerima kiriman pulsa dari Anda sebanyak Rp25.000,00. Saya tidak mengerti alasan Anda mengirimkan pulsa tersebut. Karena mungkin saya tidak mengenal Anda, karena itu maafkan kelemahan daya ingat saya.

Kalau seandainya saya telah berbuat salah terhadap Anda, mohon maafkan saya. Karena saya takut dengan adzab-Nya. Namun seandainya mungkin ada kebaikan saya yang membuat Anda melakukan hal ini. Maaf, saya tidak bisa menerimanya. Saya lebih berterima kasih seandainya Anda memberikannya kepada orang lain yang mungkin membutuhkan.

Just Pay It Forward...

Jazakumullah khoiron...

Kulipat surat itu dan kuserahkan ke sang penjual pulsa. Wanita penjual itu menerima dengan tersenyum dan berkata, "Mas, mas kok *** sih? Saya tidak pernah menemui kejadian seperti ini" (Maaf sensor dikit... :o )
Aku pun menjawab, "Ini bukan hak saya mbak. Saya takut nanti di akherat..."

Aku pun pulang ke kosan dengan perasaan lebih lega. "Aahh...mandi...makan...istirahat...Illahi Rabb...what a day...," kataku dalam hati.


Jakarta, 28 September 2007
Ditulis berdasarkan pengalaman nyata penulis sembari mendengarkan lagu "What a Wonderful World" by Louise Amstrong

Asy Syams Adriant As Sholy a.k.a. Iyok

No comments: