Friday, December 15, 2006

Nasi Aking demi Kelangsungan Hidup

Butiran beras Aking yang dibeli Tarsemi (Cirebon, 60) yang perlahan dimasukkan ke dalam tas kresek itu jauh dari kata bersih. Berwarna coklat dan dipenuhi jamur. Namun, Tarsemi, janda yang masih menanggung satu anak tuna rungu itu, tak khawatir mengkonsumsinya. Menurut dia, jika dimasak dengan kunyit, rasanya tidak kalah dengan nasi kuning yang biasa menjadi sarapan warga Cirebon.
AKing sebenarnya bukan nasi yang layak konsumsi. Nasi ini berasal dari sisa-sisa nasi yang tak termakan yang dibersihkan dan dikeringkan di terik matahari. Tak jarang tumbuh jamur berwarna oranye di antaranya.
Bagi Tarsemi, harga beras kualitas medium yang mencapai Rp 5.000 perk kg di Cirebon memang jauh dari jangkauan kemampuannya. Sehari-hari Tarsemi hanya mengandalkan hidup dengan berjualan dedak atau makanan ayam di Pasar Cirebon. Setiap hari ia hanya mendapatkan untung Rp 5.000 - Rp 10.000 karena dipotong biaya naik angkot yang mencapai Rp. 4.000 pp. Jika sepi, ia kadang tidak membawa pulang uang sama sekali. Padahal di rumah, anaknya menanti dengan perut kosong.
Menurut Supari, sang penjual beras Aking, biasa warga membeli nasi aking sebagai makanan unggas, seperti bebek dan itik. Namun, di saat beras mahal seperti sekarng ini banyak orang yang membeli nasi aking untuk dikonsumsi. Masya Allah...
Naiknya harga nasi Aking juga terpantau oleh bulog Subdrive Cirebon. Slamet Subagyo, Kepala Bulog Subdrive Cirebon, mengungkapkan, ditemukan banyak warga yang makan nasi aking.
Rencana operasi pasar yang diajukan oleh pemda setempat, menurut Slamet, tak akan bisa menolong warga miskin karena dengan harga beras Rp 4.275 per kg, warga miskin tetap saja tidak mampu membeli. Jalan satu-satunya adalah dengan pengucuran berasa untuk rakyat miskin (raskin). Sebab, itulah yang diharapkan oleh warga seperti Tarsemi dan Darti.
Namun, karena raskin yang seharga Rp 1.000 per kg baru akan turun Januari 2007, warga memilih mengganjal perut dengan nasi aking meski harus menanggung risiko sakit perut.

(sumber: Kompas, jumat 15 Desember 2006)

Dari hasil membaca koran pagi tadi, gw jadi memikirkan beberapa hal di benakku yang kecil ini. Beberapa hal yang benar-benar merupakan kebodohanku sebagai manusia. Apa aja sih??
1. Survive

Artikel itu jelas-jelas membuktikan bagaimana perjuangan manusia untuk tetap survive di dunia ini demi melaksanakan tugasnya sebagai hamba Allah. Gw jadi berpikir alangkah bodohnya orang-orang yang melakukan bunuh diri masal, bunuh diri karena putus ma pacar, bunuh diri karena tidak direstusi ma orang tua, bunuh diri karena stress, bunuh diri karena merasa miskin, bunuh diri karena malu, bunuh diri karena OD, naudzubillah... Itu adalah tindakan terbodoh manusia yang tidak berdasar. Dunia itu terus berputar kawan. Tingkat kesejahteraan manusia itu terus berubah, seiring dengan cobaan yang diberikan oleh Allah. Segala masalah yang kadang membuat kita stress dan depresi sebenarnya tetap ada solusinya, tergantung bagaimana kita berusaha mencari solusi tersebut. Tidak ada masalah yang tidak bisa dipecahkan, itu intinya. Jangan katakan "Ya Allah...aku memiliki masalah besar!!" tapi katakan "Wahai masalah...aku memiliki Allah yang Besar!!". Jika pikiran kita mentok untuk mendapatkan solusi, jangan lupa, bahwa kita memiliki Allah yang senantiasa membimbing kita, memberikan petunjuk bagi kita. Yakinlah itu, karena jika kita sudah tidak yakin dengan hal itu, maka kita dapat disamakan dengan daging yang berjalan!!

2. Latar Belakang naiknya harga beras

Sebenernya harga beras sangat mirip dengan mata pedang dua...eh...pedang bermata dua. Klo harga beras turun, warga bisa makan dengan tenang, kesehatan masyarakat kecuali petani meningkat karena makanan yang dikonsumsi sehat. Klo harga beras naek...itu menjadi kebalikannya. Trus maunya gimana??? Harusnya berjalan seimbang dunk.

3. Subsidi buat kaum miskin

Setuju banget dengan adanya Raskin, tapi hal itu tetep akan menimbulkan polemik dan sistemnya pasti kacau. Bisa kita lihat pengalaman BLT sebelumnya, bagaimana orang rame-rame menuntut namanya dicantumkan sebagai penerima BLT tanpa melalui prosedur yang tepat. Sehingga banyak kejadian BLT jatuh ke tangan orang yang tidak tepat. Ini karena kerjasama antara Depsos, BPS, dan pimpinan daerah setempat kurang bisa mendata masyarakatnya secara valid. Ini karena banyak faktor. Yang paling memalukan adalah faktor pemaksaan dan teror dari masyarakat itu sendiri yang menuntut namanya dicantumkan sebagai penerima BLT. Padahal sudah jelas bahwa namanya tidak dicantumkan sebagai penerima BLT karena memang sudah bisa dibilang TIDAK miskin!! Mengapa masih menuntut??
Ada suatu kejadian, di salah satu daerah yang terkena gempa, terdapat puluhan rumah rata dengan tanah dan terdapat beberapa rumah yang masih berdiri tegak meskipun agak rusak di beberapa titik. Berdasarkan info yang kudapet dari teman yang dateng ke sana dan kebetulan dia punya sodara orang Depsos yang mendata daerah itu, ternyata ada kerancuan dalam pembagian BLT, ya teror itu tadi. Bahkan ada orang yang biasa disebut pak Haji juga tega melakukan pemaksaan untuk mendapatkan BLT. Terang orang Depsos dan perangkat desa menolak, baik secara halus maupun tegas. Namun yang didapat adalah rumah beliau dilemparin batu-lah, diteror gak jelas-lah, pokoknya hal-hal negatif didapat dari tetangganya sendiri. Lihat dari esensi BLT: bantuan langsung tunai yang dikhususkan untuk masyarakat miskin demi mengangkat taraf hidup mereka, untuk nambah modal usaha. Wajar gak jika Allah marah dengan hal ini?? Alam sudah mengingatkan!! Jika alam yang mengingatkan, berarti kepanjangan dari "tangan" Allah-lah yang melakukan. Wong orang sudah gak miskin kok pingin namanya dicantumkan sebagai penerima BLT yang notabene RAKYAT MISKIN, jadilah mereka dibuat miskin oleh Allah... Subhanallah...astaghfirullahal'adzimi

3. Nasi aking diperuntukkan buat makanan unggas??

Samakah manusia dengan unggas?? Jawabannya ada dua, (a) sama-sama makhluk ciptaan Allah yang membutuhkan makan, (b) tidak sama dalam hal derajat, kelayakan, dan akal pikiran. "Samakah manusia dengan unggas" bisa dijawab sesuai jalan pikiran Anda. Tapi nasi aking diperuntukkan buat makanan unggas??? Coba kita pikirkan, kapan kita pernah makan nasi aking? Gw dah tau jawabannya; TIDAK PERNAH!! Padahal itu pernah terjadi kepada hampir semua rakyat Indonesia ketika jaman pendudukan Jepang, ketika budaya cultur stelseel-nya JP Coen yang menyebabkan genosida atas bangsa kita ini, ketika adanya pelebaran jalan Daendels yang juga merupakan genosida atas bangsa kita (ingat, bukan pembuatan jalan Daendels, karena Daendels hanya melebarkan sebesar 7 m dari jalan semula yaitu jalan pos Rembang-Lasem) pada saat Daendels berkuasa di Jawa, dan juga ketika pasca G30S/PKI. Benar-benar rakyat miskin merajalela, makanan sukar didapat. Bandingkan dengan baru-baru ini. Adakah makanansukar dicari? Masih adakah penguasa diktator? Masih adakah genosida di bangsa kita?? Tanya ken-apa...

4. Berhubungan dengan terjadinya budaya makan nasi aking pasca G30S/PKI or Gestapu
Adakah kita berpikir bahwa hal itu sebenarnya tindakan politis pimpinan dan pejabat pemerintah? Ada sebuah opini dahsyat dari Soe Hok Gie tentang hal ini, yang antara lain menyatakan bahwa rakyat Indonesia lama-kelamaan akan melupakan peristiwa Gestapu dan gonjang-ganjingnya pemerintahan karena harga-harga yang melambung tinggi, sehingga rakyat tidak bisa makan. Yang terjadi adalah rakyat akan lebih mementingkan isi perutnya dan bagaimana cara engisi perutnya. Dan memang itulah yang terjadi. Hanya mahasiswa lah yang bergerak untuk mengkritisi hal tersebut terlepas dari muatan politik tiap-tiap elemen kampus tersebut. Dan untuk masa sekarang ini, adakah hubungannya dengan hal di atas dengan perkembangan kasus di Indonesia baru-baru ini? Adakah memang rakyat dibuat lupa dengan memberikan beban pada susahnya cari makan?? Coba dilogika sendiri!!! Pikir pake otak, jangan pake dengkul, kecuali dengkul ada di otak, he he he

No comments: