Wednesday, March 12, 2008

Bersepeda Kembali

Serasa semakin tua ketika kaki-kaki ini mengayuh pedal sepeda menuju 23 km di depan mata. Fiuuh...napas pun terhembus dengan cepatnya, ngos-ngosan maksudnya. Sepanjang jalan Kampus (Bintaro) ke Veteran terasa sangat menyiksa. Itulah kalau sudah jarang lagi bersepeda. Seolah otot paha menjerit minta ampun, terasa panas.
Sesampainya di Veteran, mata melihat jam tangan. 15 menit sudah berlalu rupanya dan mata pun terbelalak demi melihat kemacetan yang luar biasa menuju Tanah Kusir. Sepeda pun meliuk-liuk di antara keriuhan kendaraan dan jeritan klakson. Dan akhirnya menyerah juga melewati jalanan. Sepeda pun berganti trek ke trotoar yang sempit dan penuh pohon. Kembali meliuk-liuk di antara pepohonan.
Selepas Tanah Kusir, untuk melepas penat mengambil rute ke kiri, memasuki perumahan dan menembus jalan Arteri. Naudzubillah..masih juga macet, padahal sudah ada underpass. Sepeda pun semakin pelan melaju, waktu pun semakin kejam bergerak. Dan akhirnya setelah berada di bawah flyover Kebayoran Lama, ambil keputusan melawan arus menuju Apartemen Pakubuwono dan menembus jalan utama menuju rute busway.
Kendaraan bermotor yang melintas seolah semakin kejam. Tanpa perasaan dengan seenaknya melepaskan gas buangan. Udara semakin menghitam, upaya mengambil napas semakin menyiksa. Beruntunglah sedikit terkurangi dengan masker yang kupakai. Biasanya ketika nyampe bundaran Pakubuwono, sepeda langsung goyang ke kanan mengambil jalur cepat, demi menghindari kendaraan umum dan motor-motor yang beringas. Namun entah kenapa, sepeda malahan dengan malasnya beralih ke kiri, ke jalur lambat. Alamat buruk!!! Berjuang untuk tidak terserempet kendaraan dan menguatkan hati untuk sabar tidak marah. Astaga...beratnya...
Memasuki terowongan Semanggi, jadi teringat peristiwa lampau. Ketika bersama Imam bersepeda ke kantor lewat jalur cepat. Sekali itu dihentikan oleh polisi (yang kata teman-teman bike to worker dianggap kurang kerjaan). Dimarah-marahilah kami, dianggap menghambat laju mobil lah. Kok ya bisa, wong kami mengambil lajur yang paling kiri banget, melaju di atas marka jalan batas tepi sebelah kiri. Kami rasa tidak mengganggu sama sekali. Tapi wong namanya dimarahi, ya diem saja lah. Nrimo...hehehehe. Selepas dimarahi pun..teuteup...lanjuut. Lamunan masa lampau buyar demi melaui jalan berliku di sepanjang terowongan semanggi, bener-bener musti dibenerin tuwh. Parah banget rusaknya. Itu karena kendaraan yang melintas sangat banyak dan aspal terlalu sering terkena air, karena drainase yang kurang baik. Mana sering ada pohon tumbang pula. Beeeeh....
Selepas patung Jenderal Besar Sudirman, yang tiada mau menurunkan tangannya, yang setiap hari menghormat kepada kendaraan yang melaju dengan angkuhnya tanpa peduli, semangat menyala lagi karena sebentar lagi akan sampai di kantor, yaah...sebentaaar lagi...
Bodohnya, ketika hendak berbelok ke kanan di bundaran Monas, ternyata jalanan ramai sangat. Hati pun merutuk karena musti mengambil jalan memutar. Sialnya, ada satpam musium (atau Dephan ya?) yang iseng niup peluit ke arahku. Bah...apa kagak tau klo ambil lajur kanan berarti hendak berbelok ke kanan? Mentang-mentang pake sepedakah?? Ah...entahlah..teuteup lanjuuut...
Berhubung ini kali pertama naik sepeda ke kantor selepas types menyerang, biarlah kalau nyampe di kantor jam 07.42 WIB, langsung setor jempol. Semoga Jum'at besok bisa berangkat jam 5.45, bukan jam 6.15 seperti tadi. Huuhuuhu...
Segarnya...mandi...

Dan kerjaanpun mulai kuhajar satu demi satu. Sampai jam ini baru bisa posting....kakakakakakak...
Bring it on babe...

1 comment:

Rico Simatupang said...

Wah keren mas, perjuangan B2W memang luar biasa di kota Jakarta.